Senin, 22 April 2013


Ulumul Qur'an
I’JAZUL QUR’AN
A. PENDAHULUAN
Allah membekali Rasul – Rasulnya dengan kekuatan yang luar biasa, manusia sehingga mengakui kelemahannya di hadapan Allah serta tunduk dan taat kepadanya. Namun mengingat akal manusia pada awal fase perkembangannya tidak melihat sesuatu yang lebih dapat menarik hati selain mu’jizat – mu’jizat alamiah yang hissi ( indrawi ) karena akal mereka belum mencapai puncak ketinggian dalam bidang pengetahuan dan pemikiran, maka yang paling relevan ialah jika setiap Rosul hanya diutus kepada kaumnya secara khusus dan mukjizatnya pun hanya berupa sesuatu hal luar biasa yang sejenis dengan apa yang mereka kenal selama itu.
Hal demikian agar disaat tidak mampu menandinginya, mereka segera tunduk dan percaya bahwa hal luar biasa datang dari “ kekuatan langit “ . Dan ketika akal mencapai taraf sempurna maka Allah mengumandangkan kedatangan risalah Muhammad yang abadi kepada seluruh umat manusia. Serta mu’jizat bagi risalahnya berupa mukjizat yang ditujukan kepada akal manusia yang telah berada dalam tingkat kematangan dan perkembangannya yang paling tinggi.
Demikianlah Allah telah menentukan keabadian mukjizat islam sehingga kemampuan manusia menjadi tak berdaya menandinginya. Pembicara tentang kemukjizatan Qur’an juga merupakan satu macam Mukjizat tersendiri, yang didalamnya para penyelidik tidak bisa mencapai rahasia satu sisi daripadanya sampai ia mendapatkan di balik sisi itu sisi – sisi lain yang akan disingkapkan rahasia kemukjizatannya oleh zaman. Demikianlah persis sebagaimana dikatakan oleh ar – Rafi’i: “Betapa serupa ( bentuk pembicaraan ) Qur’an dalam susunan kemukjizatannya dan kemukjizatan susunannya dengan sistem alam, yang dikerumuni oleh para ulama dari segala arah serta diliputi dari segala sisinya. Segala sisi itu mereka jadikan obyek kajian dan penyelidikan, namun bagi mereka ia senantiasa tetap menjadi makhluk baru dan tempat tujuan yang jauh”.[1]






PEMBAHASAN

Perkataan Mu’jizat dari segi bahasa berarti melemahkan,menundukkan atau suatu yang tak dapat ditandingi.Dari segi istilah berarti suatu perkara yang manusia biasa tak mampu melaksanakannya,baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Al-Qur’an adalah Mu’jizat yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW disamping mu’jizat lainnya. Al-Qur’an merupakan mu’jizat beliau yang paling tinggi,paling besar dan paling ampuh untuk menaklukkan orang-orang yang ingkar terhadap kenabian beliau. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kemu’jizatan, keagungan dan kemuliaan Al-Qur’an telah memberikan inspirasi bagi setiap lapisan masyarakat disepanjang zaman untuk menggali aspek-aspek yang tidak mungkin ditiru.
Al-Qur’an mempunyai keistimewaan bila dibandingkan dengan mu’jizat-mu’jizat para nabi sebelumnya. Mu’jizat para Nabi sebelumnya merupakan mu’jizat yang hanya dapat diindera dan dibuktikan oleh kaum dan orang-orang yang sezaman dengan Nabi tersebut, sedang orang-orang setelahnya tidak dapat mengetahui adanya mu’jizat tersebut kecuali melalui berita, sedangkan mu’jizat Al-Qur’an adalah mu’jizat yang dapat dindera dan dibuktikan oleh seluruh manusia disetiap masa sampai hari kiamat. Mukjizat secara etimologi dari kata I’jaz yang berarti lemah atau tidak mampu.
A.     Pengertian I’jazul Qur’an
I’jaz secara bahasa berasal dari bahasa Arab, bentuk masdar dari kata اعجز   ( a’jaza ) yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu, pelakunya ( yang meelemahkan ) dinamai معجز  ( mu’jiz ) dan bila kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkamkan lawan maka dinamai معجزة  ( mu’jizat ) dengan tambahan (ة  ) ta ‘marbuthah pada akhir kata itu mengandung مبالغة  ( mubalaghah ).[2]
Dalam buku ini juga menyebutkan I’jaz, ialah:
menapakkan kebenaran nabi dalam pernyataan sebagai seorang rasul, dengan menampakkan kelemahan orang arab dari mendatanginya terhadap mu’jizatnya yang kekal yaitu Al-Qur’an dan orang-orang yang datang sesudah mereka”
Dan Mu’jiz ialah:
“sesuatu urusan yang menyalahi kebiasaan yang disertakan dengan tahaddi dan terlepas dari tantangan”.[3]
            Jadi I’jaz ( kemukjizatan ) dalam bahasa arab adalah menisbahkan lemah kepada orang lain.
Sedangkan I’jaz menurut bahasa artinya melemahkan, dan mukjizat artinya sesuatu yang luar biasa, yang ajaib atau yang menakjubkan. Sedangkan menurut istilah mukjizat ialah sesuatu yang bernilai sangat tinggi dan bisa mengungguli seluruh masalah yang berkembang. Disamping kedatangannya mukjizat memang sedang dinanti oleh kaum.[4]
Dan mukjizat ialah
 امر خارق للعادت مقروه بالتحدي سالم عن المعارضة
            Suatu yang menyalahi kebiasaan yang disertakan dengan tahaddi dan terlepas dari tantangan.
            Menurut kamus Al-Qur’an mukjizat adalah suatu hal yang luar biasa yang dianugrahkan oleh Allah kepada Nabi/ Rasul-Nya untuk membuktikan kebenaran kenabian atau kerasulannya. Juga untuk menjelaskan kepada manusia bahwa orang yang mengaku Nabi/ Rasul dengan sihirnya adalah dusta.
Allah berfirman:
“Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak itu, kalau aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini”.( Q.S. Al-Maidah : 31 )
            Mukjizat ini ditujukan untuk menujukan kelemahan manusia untuk mendatangkan hal serupa dengannya. Mukjizat adalah sesuatu yang luar biasa yang bertentangan dangan adat dan keluar dari batasan yang telah di ketahui. I’jazul Quran ( kemukjizatan Al-Quran ) artinya menetapkan kelemahan manusia, baik secara terpisah maupun berkelompok, untuk bisa mendatanggkan yang sejenis Al-Quran. Kemukjizatan Al-Quran ditujukan untuk menjelaskan bahwa kitab ini adalah haq, dan Rasul yang membawanya adalah Rasul yang benar. Tujuan mukjizat hanya untuk melahirkan kebenaran dan menetapkan bahwa yang mereka bawa itu adalah semata-mata wahyu dari Zat Yang Maha Bijaksasa.
B.     Tujuan I’jazul Qur’an
Menurut Dr. Subhi Shaleh, orang yang pertama kali menulis I’jazul Quran adalah Imam Al-Jadid dengan bukunya “ Nudlumul Qur’an ”. Dan menurut pendapat lain menyatakan bahwa yang pertama kali menulis I’jazul Qur’an adalah Abu Ubaidah dengan kitab “Majalul Qur’an  ”.
Disamping untuk menumbuhkan keyakinan kepada manusia bahwa Al-Qu’an betul-betul Wahyu dari Allah, I’jazul Qur’an juga merupakan bukti kebenaran Muhammad SAW sebagai Rasul Allah. Karena itu, sasaran I’jazul Qur’an adalah non muslim. Sedangkan bagi orang muslim kekaguman mereka terhadap Al-Qu’an menunjukkan adanya keistimewaan dalam Al-Qur’an.
Dengan demikian, I’jazul Qur’an mempunyai beberapa tujuan, yaitu :
1. Untuk membuktikan kerasulan Nabi Muhammad SAW
2 .Untuk membuktikan bahwa kitab suci Al-Qu’an benar-banar wahyu dari Allah.
3. Untuk menunjukkan balaghah bahasa manusia.
4.Untuk menunjukkan kelemaan daya upaya dan rekayasa manusia.[5]
C.     Fungsi I’jazul Qur’an I’jazul Qur’an
Al-Qur'an adalah wahyu Allah SWT (QS: Al A’raaf:2) yang memiliki fungsi dan peran sebagai:
1.      Mu'jizat bagi Rasulullah Muhammad SAW
2.      Pedoman hidup bagi setiap Muslim
3.      Korektor dan penyempurna terhadap kitab-kitab Allah yang sebelumnya        .
Al Quran tidak diragukan lagi sebagai pedoman hidup bagi setiap muslim. Di dalamnya terdapat ayat-ayat yang mengajak pada kebajikan dan kebenaran, menuju hidup yang lebih baik. Tidak hanya berisi tata cara berinteraksi dengan Sang Pencipta, melainkan juga etika bermu’amalah dengan sesama manusia, maupun dengan makhluk lainnya.. Ada kalanya penyebutan di Al Quran secara global saja, dan Hadits Nabi Muhammad SAW berfungsi sebagai penjelasnya.
Karena diturunkan terakhir atau pamungkas, maka Al Quran berfungsi sebagai korektor dan penyempurna terhadap kitab-kitab Allah yang sebelumnya. Sementara sebagai mu’jizat Rasulullah Muhammad SAW, Al Quran sudah tidak ada tandingannya lagi, bahkan jika seluruh makhluk bersekutu untuk membuat sebuah surat yang sama dengan al Quran.
D.    Segi-segi kemukjizatan Al-Qur’an
  Menurut Imam Fahruddin وجه اعجازه           adalah kefasihan dan keindahan sastra (gaya bahasa) dan terhindar dari ketidaksempurnaan. Al Zamalkani mengatakan bahwa وجه اعجازه  adalah spealisasi karangan, tidak karangan secara umum (asal mengarang), sekiramya tepat susunan mukhradatnya, baik susunannya dan mempunyai kandungan arti yang tinggi.
Sedangkan menurut Ibnu Athiyah, bahwa inilah yang dianggap tepat oleh para ulama’ bahwa segi kemukjizatan Al-Qu’an adalah bahwasanya tersusun secara tertib dan artinya indah, runtut ( bersambung ) kata-katanya. Karenanya Allah lah yang Maha Mengetahui segala sesuatu.
Demikian juga kalam Allah mencakup segala sesuatu sehingga Allah menyusun mana-mana yang layak di ayat pertama, dan ayat keduadan menjelaskan arti ini setelah ini dan seterusnya. Sedangkan manusia tidak bias memiliki kemampuan seperti Allah. Yang benar adalah sama sekali tidk ada kemampuan manusia melebihi ilmu Allah Yang  Maha Luas itu.[6]
Muhammad Ali Ash Shabuni dalam kitab At Tibyan menyebutkan segi-segi kemukjiatan Al-Qur’an sebagai berikut :
1.      Susunannya yang indah, berbeda dengan susunan yang ada dalam bahasa orang-orang arab.
2.      Ia mengandung sifat mungkin dan membuka peluang bagi serang mahluk untuk mendatangkan yang sejenisnya.
3.      Bentuk undang-undang yang detail lagi sempurna melebihi setiap undang-undang ciptaan manusia.
4.      Mengambarkan hal-hal yang ghaib yang tidak bisa diketahui kecuali dengan wahyu.
5.      Tidak bertentangan dengan pengetahuan-pengetahuan umum yang dipastikan kebenarannya.
6.      Menepati janji yang dikabarkan dalam Al-Qu’an.
7.      Mengandung prinsip-prinsip ilmu pengetahuan di dalamnya.
8.      Berpengaruh kepada hati pengikut dan musuhnya.[7]
Sifat kemukjizatan tidak bisa di buktikan, kecuali bila memenuhi tiga faktor yaitu:
  1. Adanya tantangan ( ajakan bertanding dan berlomba )
  2. Ada yang mendorong untuk menangkis tantangan itu.
  3. Tidak ada yang menghalang-halangi.
Nabi telah meminta kepada orang arab untuk menandingi Al-Quran. Mereka tidak mampu menantangnya, padahal mereka memiliki kecakapan dalam bidang fashahah dan balaghah, hal ini karena Qur’an itu mu’jiz.
            Rasulullah meminta orang arab menandingi Al-Quran dalam tiga marhalah atau tahapan :
1.     meminta orang arab mendatangkan al-Quran dengan uslub yang melengkapi seluruh orang arab dan orang lain, jin dan manusia dengan firman Allah: “Katakanlah: Sesungguhnya jika berkumpul, manusia dan jin untuk mendatanggkan yang seperti al-Quran ini, pastilah mereka tidak dapat mendatangkan yang sepertinya, walaupun sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain”. ( Q.S. Al-Isra’:88 )
  1. Nabi menantang mereka membuat sepuluh surat saja dari Al-Qur’an,
Dalam firman Allah:
“Ataukah mereka berkata: Dia ( Muhammad ) telah membuat-buat Qur’an itu. Katakanlah: ( jika demikian ) ,maka datangkanlah sepuluh surat yang sepertinya, yaitu surat-surat yang kamu buat, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup memanggilnya selain dari pada Allah, jika kamu orang-orang yang benar’.jika mereka ( yang kamu seru itu ) tidak menerima seruanmu itu, ketauhilah, sesungguhnya Qur’an itu diturunkan dengan ilmu Allah ”. ( Q.S. Hud: 13 - 14 )
  1. kemudian Nabi menantang  mereka dengan satu surah saja dari Qur’an, dalam firman Allah:

E.     Macam-macam Mukjizat
Secara umum mukjizat dapat digolongkan menjadi dua klasifikasi, yaitu:
1.     Mu’jizat Indrawi ( Hissiyyah )

Mukjizat jenis ini diderivasikan pada kekuatan yang muncul dari segi fisik yang mengisyaratkan adanya kesaktian seorang nabi. Secara umum dapat diambil contoh adalah mukjizat nabi Musa dapat membelah lautan, mukjizat nabi Daud dapat melunakkan besi serta mukjizat nabi-nabi dari bani Israil yang lain. Bahkan secara umum bila melihat komentar Imam Jalaludin as-Suyuthi, dimana beliau berpendapat bahwa kebanyakan maukjizat yang ditanpakkan Allah pada diri para nabi yang diutus kepada bani Israil adalah mukjizat jenis fisik. Beliau menambahkan hal itu dikarenakan atas lemah dan keterbelakangan tingkat intelegensi bani Israil.[9]

2.     Mukjizat Rasional ( ‘Aqliyah )

Mukjizat ini tentunya sesuai dengan namanya lebih banyak ditopang oleh kemampuan intelektual yang rasional. Dalam kasus al-Quran sebagai mukjizat nabi Muhammad atas umatnya dapat dilihat dari segi keajaiban ilmiah yang rasional dan oleh karena itulah mukjizat al-Quran ini bias abadi sampai hari Qiamat. Jalaludin as-Suyuthi kembali berkomentar, bahwa sebab yang melatarbelakangi diberikannya mukjizat rasional atas umat nabi Muhammad adalah keberadaan mereka yang sudah relative matang dibidang intelektual. Beliau menambahkan, oleh karena itu al-Quran adalah mukjizat rasional, maka sisi I’jaznya hanya bisa diketahui dengan kemampuan intelektual, lain halnya dengan mukjizat fisik yang bias diketahui dengan instrument indrawi. Meskipun al-Quran diklasifikasian sebagai mukjizat rasional ini tidak serta merta menafikan mukjizat-mukjizat fisik yang telah dianugrahkan Allah kepadanya utnuk memperkuat dakwahnya.[10]
Menurut para Ulama dalam menjelaskan macam-macam I’jazil Qur’an para ulama berlainan keterangan, hal ini di sebabkan karena perbedaan tinjauan masing-masing keduanya:
Dr. Abd. Rozzak Naufal, dalam kitab Al-I’jazu al-Abadi lil qur’anil Karim, menerangkan bahwa I’jazil Qur’an itu ada empat macam yaitu:
a.      Al-I’jazul baghi, yaitu  kemu’jizatan bagi sastra balaghahnya , yang ada pada masa peningkatan mutu sastra arab.
b.      Al-I’jazul Tsyrie’, yaitu kemu’jizatan segi persyariatan hokum-hukumsyariat Islam.
c.      Al-I’jazul Ilmu, yaitu kemuk jizatan segi ilmu pengetahuanyang muncul pada masa kebangkitan ilmu dan sain di kalangan umat Islam.
d.      Al-I’jazul A’dadi, yaitu kemukjizatan kuantity atau matematis/statistik Yng muncul pada abad ilmu pengetahuan teknologi canggih sekarang.
Menurut Moh. Ismail Ibrahin dalam bukunya yang berjudul al-Qur’an al ilmi mengatakan orang yang mengamati al-Qur’an dengan cermat, mereka akan mengetahui bahwa kitab itu merupakan gudang disiplin ilmu pengetahuan, sebab al-Qur’an berkaitanerat dengan bermacam-macam disiplin ilmu pengetahuan, baik ilmu lama maupun ilmu baru.
Imam-imam lain juga sependapat dengan Ibrahim ialah : Imam Zamakhsyari, dalam tafsir Al Kassyaf; Imam Taru Rozy dalam Tafsir Mafasil Ghaibi, Imam Ghazali dalam kitabnya Jawahirul Qur’an.[11]
Contoh – contoh kemu’jizatan:
Ø  Nabi Nuh AS dengan tauf an dan air bah yang hanya berlaku untuk dirasai umatnya saja.
Ø  Nabi Saleh AS dengan mukjizatunta hanya berlaku untuk dirasai umatnya saja.
Ø  Nabi Musa AS dengan mukjizat membelah air laut dan hanya berlaku  untuk dirasai umatnya saja.
Ø  Nabi Isa AS Mukjizat boleh menghidupkan yang mati atas izin Allah SWT dan hanya berlaku  untuk dirasai umatnya saja.
Ø  Tetapi Nabi Muhammad SAW dengan mukjizat al Qur-an berlaku untuk dirasai seluruh umat manusia ketika dan sesudah Baginda tidak kira masa dan tempat sampai hari kiamat dan ia kekal dipelihara seperti ditetapkan al Qur-an yang artinya:
“ Sesungguhnya kamilah yang menurunkan al Qur-an, dan kamilah yang memelihara dan menjaganya” (Q.S. al-hijr:9)




















DAFTAR PUSTAKA
Dr. Ibrahim Muhammad bin Abdullah Al-Buraikan, 1992, Akidah Islam, PT. Pustaka Litera Antar Nusa.
Dr. Ibrahim Muhammad bin Abdullah Al-Buraikan, Akidah Islam, PT. Pustaka Litera Antar Nusa, 1992, hlm 370
M. Qurais Shihab, Mu’jizat Alqur’an; Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiyahdan Pemberitaan Gaib, Nizan, Bandung, 1997, hlm. 23
T.M.Hasbi Ash Shiddieqi, Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Bulan bintang , Jakarta,1992, hlm.311
Drs. H. Ahmad Syadali, M.A, Ulumul Qur’an II, Pustaka Setia, Bandung, 1997, hlm. 9
Drs. H. A. Idhoh Anas, M.A, Kaidah-Kaidah UlumulQur’an, Al Asri, Pekalongan, 2008, Hlm. 132
Drs.Muhammd Chirzin, M.Ag, Alqur’an dan Ulumul Qur’an, Dana Bakti Prima Yasa, 1998, Hlm. 43
Manna’ Khalil al-Qathan, Mabahis fi Ulumil Quran ( Terj. ) Mudzakir, PT. Mitra Kerjaya, Jakarta, hlm. 372
M. Abdul Adzim az-Zarqoni, Manahilul Irfan fi Ulumil Quran, Juz III, hal. 332
Jalaludin as-Suyuthi, al-Itqon, juz II, hal 311. lihat juga Muhammad bin Alwi al-Maliki, Zubdatul Itqan fi ulumil Quran, hal. 311

Drs. Moh Chotib, Ulumul Qur’an, STAIN Pamekasan, 2006





[1] Dr. Ibrahim Muhammad bin Abdullah Al-Buraikan, Akidah Islam, PT. Pustaka Litera Antar Nusa, 1992, hlm 370
[2] M. Qurais Shihab, Mu’jizat Alqur’an; Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiyahdan Pemberitaan Gaib, Nizan, Bandung, 1997, hlm. 23
[3] T.M.Hasbi Ash Shiddieqi, Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Bulan bintang , Jakarta,1992,  hlm.311
[4]Drs. H. Ahmad Syadali, M.A, Ulumul Qur’an II, Pustaka Setia, Bandung, 1997, hlm. 9
               [5]Ibid, Hlm. 10-11
[6]Drs. H. A. Idhoh Anas, M.A, Kaidah-Kaidah UlumulQur’an, Al Asri, Pekalongan, 2008, Hlm. 132
[7]Drs.Muhammd Chirzin, M.Ag, Alqur’an dan Ulumul Qur’an, Dana Bakti Prima Yasa, 1998, Hlm. 43
[8]Manna’ Khalil al-Qathan, Mabahis fi Ulumil Quran ( Terj. ) Mudzakir, PT. Mitra Kerjaya, Jakarta, hlm. 372
[9]M. Abdul Adzim az-Zarqoni, Manahilul Irfan fi Ulumil Quran, Juz III, hal. 332
[10]Jalaludin as-Suyuthi, al-Itqon, juz II, hal 311. lihat juga Muhammad bin Alwi al-Maliki, Zubdatul Itqan fi ulumil Quran, hal. 311

[11]Drs. Moh Chotib, Ulumul Qur’an, STAIN Pamekasan, 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar