Ulumul Qur'an
I’JAZUL QUR’AN
A. PENDAHULUAN
Allah membekali Rasul – Rasulnya dengan kekuatan yang luar biasa, manusia
sehingga mengakui kelemahannya di hadapan Allah serta tunduk dan taat
kepadanya. Namun mengingat akal manusia pada awal fase perkembangannya tidak
melihat sesuatu yang lebih dapat menarik hati selain mu’jizat – mu’jizat
alamiah yang hissi ( indrawi ) karena akal mereka belum mencapai puncak
ketinggian dalam bidang pengetahuan dan pemikiran, maka yang paling relevan
ialah jika setiap Rosul hanya diutus kepada kaumnya secara khusus dan
mukjizatnya pun hanya berupa sesuatu hal luar biasa yang sejenis dengan apa
yang mereka kenal selama itu.
Hal demikian agar disaat tidak mampu menandinginya, mereka segera
tunduk dan percaya bahwa hal luar biasa datang dari “ kekuatan langit “ . Dan
ketika akal mencapai taraf sempurna maka Allah mengumandangkan kedatangan
risalah Muhammad yang abadi kepada seluruh umat manusia. Serta mu’jizat bagi
risalahnya berupa mukjizat yang ditujukan kepada akal manusia yang telah berada
dalam tingkat kematangan dan perkembangannya yang paling tinggi.
Demikianlah Allah telah menentukan keabadian mukjizat islam
sehingga kemampuan manusia menjadi tak berdaya menandinginya. Pembicara tentang
kemukjizatan Qur’an juga merupakan satu macam Mukjizat tersendiri, yang
didalamnya para penyelidik tidak bisa mencapai rahasia satu sisi daripadanya
sampai ia mendapatkan di balik sisi itu sisi – sisi lain yang akan disingkapkan
rahasia kemukjizatannya oleh zaman. Demikianlah persis sebagaimana dikatakan
oleh ar – Rafi’i: “Betapa serupa ( bentuk pembicaraan ) Qur’an dalam susunan
kemukjizatannya dan kemukjizatan susunannya dengan sistem alam, yang dikerumuni
oleh para ulama dari segala arah serta diliputi dari segala sisinya. Segala
sisi itu mereka jadikan obyek kajian dan penyelidikan, namun bagi mereka ia
senantiasa tetap menjadi makhluk baru dan tempat tujuan yang jauh”.[1]
PEMBAHASAN
Perkataan Mu’jizat dari segi bahasa berarti melemahkan,menundukkan atau suatu
yang tak dapat ditandingi.Dari segi istilah berarti suatu perkara yang manusia
biasa tak mampu melaksanakannya,baik secara sendiri-sendiri maupun
bersama-sama. Al-Qur’an adalah Mu’jizat yang diberikan kepada Nabi
Muhammad SAW disamping mu’jizat lainnya. Al-Qur’an merupakan mu’jizat beliau
yang paling tinggi,paling besar dan paling ampuh untuk menaklukkan orang-orang
yang ingkar terhadap kenabian beliau. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa
kemu’jizatan, keagungan dan kemuliaan Al-Qur’an telah memberikan inspirasi bagi
setiap lapisan masyarakat disepanjang zaman untuk menggali aspek-aspek yang
tidak mungkin ditiru.
Al-Qur’an mempunyai keistimewaan bila dibandingkan dengan mu’jizat-mu’jizat
para nabi sebelumnya. Mu’jizat para Nabi sebelumnya merupakan mu’jizat yang
hanya dapat diindera dan dibuktikan oleh kaum dan orang-orang yang sezaman
dengan Nabi tersebut, sedang orang-orang setelahnya tidak dapat mengetahui
adanya mu’jizat tersebut kecuali melalui berita, sedangkan mu’jizat Al-Qur’an
adalah mu’jizat yang dapat dindera dan dibuktikan oleh seluruh manusia disetiap
masa sampai hari kiamat. Mukjizat secara etimologi dari kata I’jaz yang berarti
lemah atau tidak mampu.
A. Pengertian I’jazul
Qur’an
I’jaz secara bahasa berasal dari bahasa Arab,
bentuk masdar dari kata اعجز ( a’jaza ) yang berarti melemahkan
atau menjadikan tidak mampu, pelakunya ( yang meelemahkan ) dinamai معجز ( mu’jiz ) dan bila kemampuannya melemahkan
pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkamkan lawan maka dinamai معجزة ( mu’jizat ) dengan tambahan (ة ) ta ‘marbuthah pada akhir kata itu
mengandung مبالغة ( mubalaghah ).[2]
Dalam buku ini juga menyebutkan I’jaz, ialah:
“ menapakkan kebenaran nabi dalam pernyataan
sebagai seorang rasul, dengan menampakkan kelemahan orang arab dari
mendatanginya terhadap mu’jizatnya yang kekal yaitu Al-Qur’an dan orang-orang
yang datang sesudah mereka”
Dan Mu’jiz ialah:
“sesuatu urusan yang
menyalahi kebiasaan yang disertakan dengan tahaddi dan terlepas dari
tantangan”.[3]
Jadi I’jaz ( kemukjizatan ) dalam bahasa arab adalah menisbahkan lemah kepada
orang lain.
Sedangkan I’jaz menurut bahasa artinya
melemahkan, dan mukjizat artinya sesuatu yang luar biasa, yang ajaib atau yang
menakjubkan. Sedangkan menurut istilah mukjizat ialah sesuatu yang bernilai
sangat tinggi dan bisa mengungguli seluruh masalah yang berkembang. Disamping
kedatangannya mukjizat memang sedang dinanti oleh kaum.[4]
Dan mukjizat ialah
امر خارق للعادت مقروه
بالتحدي سالم عن المعارضة
Suatu yang menyalahi kebiasaan yang
disertakan dengan tahaddi dan terlepas dari tantangan.
Menurut
kamus Al-Qur’an mukjizat adalah suatu hal yang luar biasa yang dianugrahkan
oleh Allah kepada Nabi/ Rasul-Nya untuk membuktikan kebenaran kenabian atau
kerasulannya. Juga untuk menjelaskan kepada manusia bahwa orang yang mengaku
Nabi/ Rasul dengan sihirnya adalah dusta.
Allah berfirman:
“Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu
berbuat seperti burung gagak itu, kalau aku dapat menguburkan mayat saudaraku
ini”.( Q.S. Al-Maidah : 31 )
Mukjizat ini ditujukan untuk menujukan kelemahan manusia untuk mendatangkan hal
serupa dengannya. Mukjizat adalah sesuatu yang luar biasa yang bertentangan
dangan adat dan keluar dari batasan yang telah di ketahui. I’jazul Quran (
kemukjizatan Al-Quran ) artinya menetapkan kelemahan manusia, baik secara terpisah
maupun berkelompok, untuk bisa mendatanggkan yang sejenis Al-Quran.
Kemukjizatan Al-Quran ditujukan untuk menjelaskan bahwa kitab ini adalah haq,
dan Rasul yang membawanya adalah Rasul yang benar. Tujuan mukjizat hanya untuk
melahirkan kebenaran dan menetapkan bahwa yang mereka bawa itu adalah
semata-mata wahyu dari Zat Yang Maha Bijaksasa.
B.
Tujuan I’jazul Qur’an
Menurut Dr. Subhi Shaleh, orang yang pertama
kali menulis I’jazul Quran adalah Imam Al-Jadid dengan bukunya “ Nudlumul
Qur’an ”. Dan menurut pendapat lain menyatakan bahwa yang pertama kali menulis
I’jazul Qur’an adalah Abu Ubaidah dengan kitab “Majalul Qur’an ”.
Disamping untuk menumbuhkan keyakinan kepada
manusia bahwa Al-Qu’an betul-betul Wahyu dari Allah, I’jazul Qur’an juga
merupakan bukti kebenaran Muhammad SAW sebagai Rasul Allah. Karena itu, sasaran
I’jazul Qur’an adalah non muslim. Sedangkan bagi orang muslim kekaguman mereka
terhadap Al-Qu’an menunjukkan adanya keistimewaan dalam Al-Qur’an.
Dengan demikian, I’jazul Qur’an mempunyai
beberapa tujuan, yaitu :
1. Untuk
membuktikan kerasulan Nabi Muhammad SAW
2 .Untuk membuktikan bahwa kitab suci Al-Qu’an
benar-banar wahyu dari Allah.
3. Untuk menunjukkan balaghah bahasa manusia.
4.Untuk menunjukkan kelemaan daya upaya dan
rekayasa manusia.[5]
C.
Fungsi I’jazul Qur’an I’jazul Qur’an
Al-Qur'an adalah wahyu Allah SWT (QS: Al
A’raaf:2) yang memiliki fungsi dan peran sebagai:
1.
Mu'jizat bagi Rasulullah Muhammad SAW
2.
Pedoman hidup bagi setiap Muslim
3.
Korektor dan penyempurna terhadap kitab-kitab Allah yang sebelumnya
.
Al Quran tidak
diragukan lagi sebagai pedoman hidup bagi setiap muslim. Di dalamnya terdapat
ayat-ayat yang mengajak pada kebajikan dan kebenaran, menuju hidup yang lebih
baik. Tidak hanya berisi tata cara berinteraksi dengan Sang Pencipta, melainkan
juga etika bermu’amalah dengan sesama manusia, maupun dengan makhluk lainnya..
Ada kalanya penyebutan di Al Quran secara global saja, dan Hadits Nabi Muhammad
SAW berfungsi sebagai penjelasnya.
Karena diturunkan terakhir atau pamungkas, maka
Al Quran berfungsi sebagai korektor dan penyempurna terhadap kitab-kitab Allah
yang sebelumnya. Sementara sebagai mu’jizat Rasulullah Muhammad SAW, Al Quran
sudah tidak ada tandingannya lagi, bahkan jika seluruh makhluk bersekutu untuk
membuat sebuah surat yang sama dengan al Quran.
D.
Segi-segi kemukjizatan Al-Qur’an
Menurut
Imam Fahruddin وجه اعجازه adalah
kefasihan dan keindahan sastra (gaya bahasa) dan terhindar dari
ketidaksempurnaan. Al Zamalkani mengatakan bahwa وجه اعجازه adalah spealisasi karangan, tidak karangan
secara umum (asal mengarang), sekiramya tepat susunan mukhradatnya, baik
susunannya dan mempunyai kandungan arti yang tinggi.
Sedangkan menurut Ibnu Athiyah, bahwa inilah
yang dianggap tepat oleh para ulama’ bahwa segi kemukjizatan Al-Qu’an adalah
bahwasanya tersusun secara tertib dan artinya indah, runtut ( bersambung )
kata-katanya. Karenanya Allah lah yang Maha Mengetahui segala sesuatu.
Demikian juga kalam Allah mencakup segala
sesuatu sehingga Allah menyusun mana-mana yang layak di ayat pertama, dan ayat
keduadan menjelaskan arti ini setelah ini dan seterusnya. Sedangkan manusia tidak
bias memiliki kemampuan seperti Allah. Yang benar adalah sama sekali tidk ada
kemampuan manusia melebihi ilmu Allah Yang
Maha Luas itu.[6]
Muhammad Ali Ash Shabuni dalam kitab At
Tibyan menyebutkan segi-segi kemukjiatan Al-Qur’an sebagai berikut :
1.
Susunannya yang indah, berbeda dengan susunan yang ada dalam bahasa orang-orang
arab.
2.
Ia mengandung sifat mungkin dan membuka peluang bagi serang mahluk untuk
mendatangkan yang sejenisnya.
3.
Bentuk undang-undang yang detail lagi sempurna melebihi setiap undang-undang
ciptaan manusia.
4.
Mengambarkan hal-hal yang ghaib yang tidak bisa diketahui kecuali dengan wahyu.
5.
Tidak bertentangan dengan pengetahuan-pengetahuan umum yang dipastikan
kebenarannya.
6.
Menepati janji yang dikabarkan dalam Al-Qu’an.
7.
Mengandung prinsip-prinsip ilmu pengetahuan di dalamnya.
8.
Berpengaruh kepada hati pengikut dan musuhnya.[7]
Sifat kemukjizatan tidak bisa di buktikan,
kecuali bila memenuhi tiga faktor yaitu:
- Adanya tantangan ( ajakan bertanding dan berlomba )
- Ada yang mendorong untuk menangkis tantangan itu.
- Tidak ada yang menghalang-halangi.
Nabi telah meminta kepada orang arab untuk
menandingi Al-Quran. Mereka tidak mampu menantangnya, padahal mereka memiliki
kecakapan dalam bidang fashahah dan balaghah, hal ini karena Qur’an itu mu’jiz.
Rasulullah meminta orang arab menandingi Al-Quran dalam tiga marhalah atau
tahapan :
1.
meminta orang
arab mendatangkan al-Quran dengan uslub yang melengkapi seluruh orang arab dan
orang lain, jin dan manusia dengan firman Allah: “Katakanlah: Sesungguhnya
jika berkumpul, manusia dan jin untuk mendatanggkan yang seperti al-Quran ini,
pastilah mereka tidak dapat mendatangkan yang sepertinya, walaupun sebagian
mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain”. ( Q.S. Al-Isra’:88 )
- Nabi menantang mereka membuat sepuluh surat saja dari Al-Qur’an,
Dalam firman Allah:
“Ataukah mereka berkata: Dia ( Muhammad ) telah
membuat-buat Qur’an itu. Katakanlah: ( jika demikian ) ,maka datangkanlah
sepuluh surat yang sepertinya, yaitu surat-surat yang kamu buat, dan panggillah
orang-orang yang kamu sanggup memanggilnya selain dari pada Allah, jika kamu
orang-orang yang benar’.jika mereka ( yang kamu seru itu ) tidak menerima
seruanmu itu, ketauhilah, sesungguhnya Qur’an itu diturunkan dengan ilmu Allah
”. ( Q.S. Hud: 13 - 14 )
- kemudian Nabi menantang mereka dengan satu surah saja dari Qur’an, dalam firman Allah:
“ Dan jika kamu ( tetap )
dalam keadaan ragu tentang Qur’an yang kami wahyukan kepada hamba Kami (
Muhammad ), maka buatlah satu surah ( saja ) yang semisal Qur’an itu...” ( al –
Baqarah 23[ 2 ] ; (23)[8]
E.
Macam-macam Mukjizat
Secara umum mukjizat dapat digolongkan menjadi
dua klasifikasi, yaitu:
1.
Mu’jizat
Indrawi ( Hissiyyah )
Mukjizat jenis ini diderivasikan pada kekuatan
yang muncul dari segi fisik yang mengisyaratkan adanya kesaktian seorang nabi.
Secara umum dapat diambil contoh adalah mukjizat nabi Musa dapat membelah
lautan, mukjizat nabi Daud dapat melunakkan besi serta mukjizat nabi-nabi dari
bani Israil yang lain. Bahkan secara umum bila melihat komentar Imam Jalaludin
as-Suyuthi, dimana beliau berpendapat bahwa kebanyakan maukjizat yang
ditanpakkan Allah pada diri para nabi yang diutus kepada bani Israil adalah
mukjizat jenis fisik. Beliau menambahkan hal itu dikarenakan atas lemah dan
keterbelakangan tingkat intelegensi bani Israil.[9]
2.
Mukjizat
Rasional ( ‘Aqliyah )
Mukjizat ini tentunya sesuai dengan namanya
lebih banyak ditopang oleh kemampuan intelektual yang rasional. Dalam kasus
al-Quran sebagai mukjizat nabi Muhammad atas umatnya dapat dilihat dari segi
keajaiban ilmiah yang rasional dan oleh karena itulah mukjizat al-Quran ini
bias abadi sampai hari Qiamat. Jalaludin as-Suyuthi kembali berkomentar, bahwa
sebab yang melatarbelakangi diberikannya mukjizat rasional atas umat nabi
Muhammad adalah keberadaan mereka yang sudah relative matang dibidang
intelektual. Beliau menambahkan, oleh karena itu al-Quran adalah mukjizat
rasional, maka sisi I’jaznya hanya bisa diketahui dengan kemampuan intelektual,
lain halnya dengan mukjizat fisik yang bias diketahui dengan instrument
indrawi. Meskipun al-Quran diklasifikasian sebagai mukjizat rasional ini tidak
serta merta menafikan mukjizat-mukjizat fisik yang telah dianugrahkan Allah
kepadanya utnuk memperkuat dakwahnya.[10]
Menurut para Ulama dalam menjelaskan
macam-macam I’jazil Qur’an para ulama berlainan keterangan, hal ini di sebabkan
karena perbedaan tinjauan masing-masing keduanya:
Dr. Abd. Rozzak Naufal, dalam kitab Al-I’jazu
al-Abadi lil qur’anil Karim, menerangkan bahwa I’jazil Qur’an itu ada empat
macam yaitu:
a. Al-I’jazul
baghi, yaitu kemu’jizatan bagi sastra balaghahnya , yang ada pada masa
peningkatan mutu sastra arab.
b. Al-I’jazul
Tsyrie’, yaitu kemu’jizatan segi persyariatan hokum-hukumsyariat Islam.
c. Al-I’jazul
Ilmu, yaitu kemuk jizatan segi ilmu pengetahuanyang muncul pada masa
kebangkitan ilmu dan sain di kalangan umat Islam.
d. Al-I’jazul
A’dadi, yaitu kemukjizatan kuantity atau matematis/statistik Yng muncul pada
abad ilmu pengetahuan teknologi canggih sekarang.
Menurut Moh. Ismail Ibrahin dalam bukunya yang
berjudul al-Qur’an al ilmi mengatakan orang yang mengamati al-Qur’an dengan
cermat, mereka akan mengetahui bahwa kitab itu merupakan gudang disiplin ilmu
pengetahuan, sebab al-Qur’an berkaitanerat dengan bermacam-macam disiplin ilmu
pengetahuan, baik ilmu lama maupun ilmu baru.
Imam-imam lain juga sependapat dengan Ibrahim
ialah : Imam Zamakhsyari, dalam tafsir Al Kassyaf; Imam Taru Rozy dalam Tafsir
Mafasil Ghaibi, Imam Ghazali dalam kitabnya Jawahirul Qur’an.[11]
Contoh – contoh kemu’jizatan:
Ø Nabi Nuh AS
dengan tauf an dan air bah yang hanya berlaku untuk dirasai umatnya saja.
Ø Nabi Saleh AS
dengan mukjizatunta hanya berlaku untuk dirasai umatnya saja.
Ø Nabi Musa AS
dengan mukjizat membelah air laut dan hanya berlaku untuk dirasai umatnya saja.
Ø Nabi Isa AS
Mukjizat boleh menghidupkan yang mati atas izin Allah SWT dan hanya
berlaku untuk dirasai umatnya saja.
Ø Tetapi Nabi
Muhammad SAW dengan mukjizat al Qur-an berlaku untuk dirasai seluruh umat
manusia ketika dan sesudah Baginda tidak kira masa dan tempat sampai hari
kiamat dan ia kekal dipelihara seperti ditetapkan al Qur-an yang artinya:
“ Sesungguhnya kamilah yang menurunkan al Qur-an, dan kamilah yang
memelihara dan menjaganya” (Q.S. al-hijr:9)
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Ibrahim Muhammad bin Abdullah Al-Buraikan, 1992, Akidah
Islam, PT. Pustaka Litera Antar Nusa.
Dr. Ibrahim Muhammad bin Abdullah Al-Buraikan, Akidah Islam, PT.
Pustaka Litera Antar Nusa, 1992, hlm 370
M. Qurais
Shihab, Mu’jizat Alqur’an; Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan, Isyarat
Ilmiyahdan Pemberitaan Gaib, Nizan, Bandung, 1997, hlm. 23
T.M.Hasbi Ash
Shiddieqi, Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Bulan bintang , Jakarta,1992, hlm.311
Drs. H. Ahmad Syadali, M.A, Ulumul
Qur’an II, Pustaka Setia, Bandung, 1997, hlm. 9
Drs. H. A. Idhoh Anas, M.A, Kaidah-Kaidah UlumulQur’an, Al
Asri, Pekalongan, 2008, Hlm. 132
Drs.Muhammd Chirzin, M.Ag, Alqur’an dan Ulumul Qur’an, Dana Bakti
Prima Yasa, 1998, Hlm. 43
Manna’ Khalil
al-Qathan, Mabahis fi Ulumil Quran ( Terj. ) Mudzakir, PT. Mitra Kerjaya,
Jakarta, hlm. 372
M. Abdul Adzim
az-Zarqoni, Manahilul Irfan fi Ulumil Quran, Juz III, hal. 332
Jalaludin
as-Suyuthi, al-Itqon, juz II, hal 311. lihat juga Muhammad bin Alwi al-Maliki,
Zubdatul Itqan fi ulumil Quran, hal. 311
Drs. Moh
Chotib, Ulumul Qur’an, STAIN Pamekasan, 2006
[1] Dr. Ibrahim
Muhammad bin Abdullah Al-Buraikan, Akidah Islam, PT. Pustaka Litera Antar Nusa,
1992, hlm 370
[2] M. Qurais Shihab, Mu’jizat Alqur’an;
Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiyahdan Pemberitaan Gaib, Nizan,
Bandung, 1997, hlm. 23
[3] T.M.Hasbi Ash Shiddieqi, Ilmu-ilmu
Al-Qur’an, Bulan bintang , Jakarta,1992, hlm.311
[4]Drs. H. Ahmad
Syadali, M.A, Ulumul Qur’an II, Pustaka
Setia, Bandung, 1997, hlm. 9
[6]Drs. H. A.
Idhoh Anas, M.A, Kaidah-Kaidah UlumulQur’an, Al Asri, Pekalongan, 2008,
Hlm. 132
[7]Drs.Muhammd
Chirzin, M.Ag, Alqur’an dan Ulumul Qur’an, Dana Bakti Prima Yasa, 1998, Hlm. 43
[8]Manna’ Khalil al-Qathan, Mabahis fi Ulumil
Quran ( Terj. ) Mudzakir, PT. Mitra Kerjaya, Jakarta, hlm. 372
[9]M. Abdul Adzim az-Zarqoni, Manahilul Irfan fi
Ulumil Quran, Juz III, hal. 332
[10]Jalaludin as-Suyuthi, al-Itqon, juz II, hal
311. lihat juga Muhammad bin Alwi al-Maliki, Zubdatul Itqan fi ulumil Quran,
hal. 311
[11]Drs. Moh Chotib, Ulumul Qur’an, STAIN
Pamekasan, 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar