A.
Pendahuluan
Islam
adalah ajaran yang sumbernya dari Allah SWT. Syariat islam tidak akan basi
sepanjang waktu dan tidak akan kusam sepanjang masa. Semua hukum baik yang
berbentuk perintah maupun yang berbentuk larangan yang terdapat dalam syariat
bukanlah tanpa makna, akan tetapi mempunyai maksud dan tujuan tertentu, para ulama
mengistilahkan tujuan tersebut dengan istilah maqasid syariah,
Melalui
Maqasid Syari’ah inilah ayat-ayat dan hadits-hadits hukum yang secara
kuantitatif sangat terbatas jumlahnya dapat dikembangkan untuk menjawab
permasalahan–permasalahan yang secara kajian kebahasaan tidak tertampung oleh
al-Quran dan Sunnah. Pengembangan ini dengan menggunakan metode istimbat
seperti qiyas, istihsan, maslahah mursalah, dan ‘urf yang juga
disebut sebagai dalil
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Pengertian Maqashid Al Syari’ah ?
2.
Bagaimana
Klasifikasi Maqashid Al Syari’ah ?
3.
Bagaimana Kaidah – Kaidah Umum Yang Merupakan
Turunan dari Maqashid Al Syari’ah ?
C.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Maqashid al Syari’ah
Maqosid
syariah berarti tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam merumuskan hukum-hukum islam.
Tujuan tersebut dapat ditelusuri dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan sunnah
Rasulullah sebagai alasan bagi rumusan suatu hukum yang berorientasi kepada
kemaslahatan umat manusia.
a. Secara Bahasa ( لغة )
Secara
bahasa maqashid berasal dari gabungan (idhafah) kata
majemuk antara :
Maqashid dan al
syariah
المقاصدُ لغة: جمع مَقْصَدٍ، والمقْصدُ : مصدر ميمي مأخوذ من الفعل قصديقال: قَصَدَيقْصِد قصْدً ا وَمقْصَدً ا , فالقصْدُ والمقْصَدُ بمعنىٰ واحد. والقصْد يأتي في اللغة لمعان ,
المعنىٰ الأول: الاعتماد، والأَمُّ، وإتيان الشيء، والتوجّهُ [1]
Maqashid secara bahasa adalah jamak dari maqshad, dan maqsad
mashdar mimi dari fi’il qashada, dapat dikatakan: qashada-yaqshidu-qashdan-wamaksadan,
al qashdu dan al maqshadu artinya sama, beberapa arti
alqashdu adalah: ali’timad: berpegang teguh, al amma: condong, mendatangi
sesuatu dan menuju.
Sedangkan
syari’ah secara bahasa berarti: tempat menuju ke sumber air
b. Secara Istilah ( اصطلاحا)
Secara
istilah terdapat beberapa pengertian yang disebutkan oleh para ulama dalam
literature mereka diantaranya adalah:
1.
Ibnu al-Qayyim Al Jauziyah
Menegaskan bahawa syariah itu berdasarkan kepada
hikmah-hikmah dan maslahah-maslahah untuk manusia baik di dunia maupun di
akhirat. Perubahan hukum yang berlaku berdasarkan perubahan zaman dan tempat
adalah untuk menjamin syariah dapat mendatangkan kemaslahatan kepada manusia.[2]
2.
Al Izz bin Abdul Salam
Berpendapat syariat itu semuanya mengandung nilai
maslahah yang bertujuan menolak kejahatan atau menarik kebaikan
3.
Al Khadimi
Berpendapat maqashid sebagai prinsip islam yang lima
yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.
4.
Ibnu Asyur
Beliau berpendapat bahwa maqashid adalah segala
pengertian yang dapat dilihat pada hukum-hukum yang disyariatkan, baik
secara keseluruhan atau sebagian, menurut beliau maqashid terbagi menjadi dua
yaitu; maqashid umum dan maqashid khusus.maqashid umum dapat dilihat dari
hukum-hukum yang melibatkan semua individu secara umum, sedangkan maqashid
khusus cara yanag dilakukan oleh syariah untuk merealisasikan kepentingan umum
melalui tindakan seseorang.
5. Dr.
Wahbah Zuhaily
menyebutkan Maqashid syariah adalah
sejumlah makna atau sasaran yang hendak dicapai oleh syara’ dalam semua atau
sebagian besar kasus hukumnya.
Melihat definisi-definisi di atas dapat
dikatakan bahwa kandungan “ Maqashid Syar’iyah atau tujuan hukum” adalah untuk
kemaslahatan manusia. Pandangan tersebut didasarkan pada titik tolak dari suatu
pemahaman bahwa “dibalik suatu kewajiban (taklif) yang diciptakan adalah
rangka mewujudkan kemaslahatan manusia, sehingga setiap hukum itu pasti
mempunyai tujuan. Jadi apabila ada hukum yang tidak mempunyai tujuan maka
sama saja dengan memberi beban kewajiban (taklif) yang tidak dapat
dilaksanakan, dan itu merupakan sesuatu yang mustahil. Jelasnya, bahwa
hukum-hukum yang telah ditentukan dan diturunkan kepada manusia tidaklah dibuat
untuk hukum itu sendiri, melainkan dibuat untuk kemaslahatan manusia.
2.
Klasifikasi
Maqashid al Syaria’h
Pada
pandangan As-Syatibi, Allah menciptakan syariat dengan tujuan untuk
merealisasikan maqasidnya untuk manusia yaitu untuk memberikan kebaikan ( maslahah
) kepada mereka dan menolak keburukan (mafsadah) yang
menimpa mereka. Menururtnya segala apa yang disyariatkan tidak terlepas dari
maqasid al syariah. Tujuan syariat dibagi menjadi tiga kategori
yaitu[3]
:
1.
Kepentingan
Asas (al-Dharuriyyat) :
Yaitu
segala apa yang paling penting dalam kehidupan manusia, bagi tujuan
kebaikan agama dan kehidupan di dunia dan akherat karena kehidupan
manusia akan rusak di dunia atau di akhirat jika kepentingan asas ini tidak ada
atau tidak dipenuhi.
Sehingga
dalam syariat dikenal dengan al dharuriyaat al khamsah ( lima
hal yang sangat penting ) diantaranya adalah [4]:
a. Agama
( (
الدين
Syariat
mewujudkan agama dengan syarat dan rukunnya dari mulai iman, syahadat dengan
segala konsekwensinya, akidah yang mencakup keimanan atas hari kebangkitan,
hisab dll. Dasar – dasar ibadah seperti shalat, puasa, zakat dan haji. Selain
itu syariat juga menjaga agama ini dengan mensyariatkan dakwah, kewajiban
berjihad, amar makruf dan nahi mungkar.
b. Jiwa ( النفس )
Syariat
mewujudkannya dengan menikah, karenanya akan menyehatkan jiwa, memperbanyak
keturunan dan generasi penerus. Disamping itu, syariat mewajibkan menjaga jiwa
dengan mengkonsumsi makanan dan minuman yang tidak berbahaya bagi jiwa manusia.
Begitupula ketika Allah mensyariatkan qishah yang tujuannya untuk menjaga jiwa
manusia.
c. Akal ( العقل )
Merupakan
karunia Allah yang paling berharga, sehingga manusia diwajibkan menjaganya
dengan tidak mengkonsumsi segala hal yang merusak akal manusia seperti narkoba
dan khamar,
d. Keturunan النسل
Disyariatkan
menikah untuk memperbanyak keturunan, kemudian syariat menjaganya dengan
menjauhi hal-hal yang dapat menjeerumuskan ke zina. Begitupula dengan
diharamkannya menuduh wanita-wanita yang baik dengan tuduhan zina.
e. Harta ( المال )
Syariat
membolehkan segala jenis muamalah yang sesuai dengan kaidah syariat, mewajibkan
berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup, lalu syariat menjaga harta dengan
mengharamkan mencuri, menghikangkan harta orang lain dan menyerahkan harta
kepada pihak yang tidak bisa bertanggungjawab atas harta tersebut.
2.
Kebutuhan
Biasa (al-Hajiyat) :
Merupakan
keperluan hidup untuk memudahkan kehidupan di dunia dan akhirat, tanpanya
kehidupan manusia akan menjadi tidak sempurna dan mengalami kesempitan.
Beberapa kebutuhan yang dibolehkan oleh syariat adalah:
-
Syariat membolehkan rukhsah dalah ibadah untuk memudahkan kesulitan yang
terjadi dalam melaksanakan perintah.
-
Dalam muamalah, syariat membolehkan jaul beli yang merupakan pengecualian dari
kaodah umum jual beli, seperti salam, ijarah, dan muzaraah.
- Dalam
masalah Uqubah ( hukuman), syariat membolehkan kaidahdar’ul
huduud bi al syubuhaat ( menunda hudud karena tuduhan ) atau diyat
atas keluarga terpidana sebagai keringanan banginya.
3.
Keperluan
Mewah (al-Tahsiniyat)
Kondisi
ini merupakan kondisi pelengkap hidup manusia, sehingga manusia merasakan
kenyaman hidup.
Seperti:
- Menutup
aurat, mengenakan pakaian yang baik, bersih dan bagus ketika memasuki masjid
dan bertaqarrub kepada Allah dengan melaksanakan ibadah nafilah, shadaqah,
shalat sunnah dll.
- Dalam
muamalah, dilarang boros ( israf ), jual beli diatas pembelian
orang lain dll.
- Dalam
‘adat, diajarkan cara makan dan minum yang baik
-
Dalam uqubah, dilarang mutilasi dalam qishas dll.
Yang menjadi asas kepada semua
kepentingan tadi adalah kepentingan asas. Sedangkan kepentingan biasa (
al hajiyat ), sebagai pendukung saja. Sementara keperluan mewah sebagai
pendukung kepada kepentingan biasa. Kedudukan ini perlu diprioritaskan dalam
menentukan hukum.
Berdasarkan pertimbangan itulah al-Syatibi membentuk
beberapa kaidah berikut :
- Kepentingan
asas primer ( al dharuriyat) sebagai dasar dari kebutuhan
biasa/sekunder al hajiyat dan
(kebutuhan tertier) al tahsiniyat.
- Kerusakan
kepentingan asas menyebabkan kerusakan pada kepentingan yang lain.
- Tidak
semestinya kerusakan keperluan lain boleh merusakkan kepentingan asas.
- Wajib
menjaga keperluan biasa dan keperluan mewah bagi tujuan menjaga keperluan asas.
3. Kaidah – Kaidah Umum Yang Merupakan Turunan Dari Maqashid Al Syariah
Berdasarkan
asas maslahah tersebut diatas, maka para ulama beristimbath sehingga
menghasilkan turunan kaidah – kaidah ushuliyah, diantaranya:
a. الضرورات تبيح المحظورات
Kondisi
darurat dapat membolehkan perkara yang dilarang
Contohnya:
memakan sesuatu yang haram karena dharurat
b. الضرر يزال
Kemudharatan
harus dihilangkan
Contoh: khiyar
( pilihan ) dalam mengembalikan barang ketika jual beli karena ada
kekurangan dalam barang tersebut, jaminan, berobat ketika sakit.
c. الضرورات تقدر بقدرها
Kondisi
darurat memiliki batasan tertentu.
Contoh:
mengkonsumsi barang yang haram terbatas pada menyelamatkan jiwa saja, bukan
dijadikan kebutuhan pokok.
d. المشقة تجلب التيسير
Kesulitan
mendatangkan kemudahan
Contoh:
shalat jamak dan qashar dalam perjalanan.
e. يتحمل الضرر الخاص لدفع الضرر العام
Kemudharatan
yang sifatnya lebih kecil bisa di kalahkan untuk menghindari kemudharatan yang
lebih besar.
Contoh:
Ibnu Taimiyah membiarkan seorang pemabuk untuk minum khamar, karena jika ia
tidak minum khamar maka ia akan membunuh banyak kaum muslimin di sekitar tempat
itu.
f. درء المفاسد أو لى من جلب المصالح.
Mencegah
kerusakan lebih didahulukan daripada mengambil manfaat.
Contoh: larangan
ekspor barang keluar negeri karena kondisi dalam negeri membutuhkan barang
tersebut pada kondisi sulit.
D.
PENUTUP
KESIMPULAN
Islam mengatur semua sisi kehidupan
manusia baik yang berkaitan dengan individu maupun yang berkaitan dengan
masyarakat luas dengan meletakkan dasar hukum dan pertimbangan-pertimbangan
syariat. Maqashid syariah menaungi keseluruhan hukum yang bersandar kepada
tujuan-tujuan umum syariat.
Maqashid syariah mencakup aspek-aspek, dharuriyat,
hajiat dan tahsiniyat. Maqashid syariah menjaga lima hal utama yaitu:
agama, jiwa, harta, keturunan dan kehormatan.
Ulama
meletakkan kaidah-kaidah umum yang bertujuan menjaga syariat dan melindungi
hak-hak manusia secara pribadi maupun secara umum.
Daftar Pustaka
Drs. Romli SA, M.ag. Muqaramah Mazahib fi Ushul.
Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999
Prof. M Abu Zahrah, Ushul fiqh,
Jakarta: Pustaka Firdaus, Cet III, 2003
Satria Efendi dan Ma’sum Zein,Ushul fiqh, Jakarta: kencana
perdana group, 2007
MAQASHID
SYARI’AH
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Ushul Fiqh II
Dosen Pengamppu : Dr. H. Sholikul Hadi, M. Ag

Disusun oleh :
Ahmad Nurul Huda ( 112433 )
Muhammad Asyari ( 112434 )
Yunisa Afiani ( 112435 )
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN
TARBIYAH / PAI
TAHUN
2013
[1]
Lihat Qamus Al
Muhith 2/327, Mu’jam Maqayiis Al Lughaat 5/95, Al Mishbah al Munir 2/692,
Muhtarus sihhah hal. 536, Tahdziib Asmaa Al Lughaat 2/92