Minggu, 23 Maret 2014

Maqhosid Syari'ah

A.             Pendahuluan

Islam adalah ajaran yang sumbernya dari Allah SWT. Syariat islam tidak akan basi sepanjang waktu dan tidak akan kusam sepanjang masa. Semua hukum baik yang berbentuk perintah maupun yang berbentuk larangan yang terdapat dalam syariat bukanlah tanpa makna, akan tetapi mempunyai maksud dan tujuan tertentu, para ulama mengistilahkan tujuan tersebut dengan istilah maqasid syariah,
Melalui Maqasid Syari’ah inilah ayat-ayat dan hadits-hadits hukum yang secara kuantitatif sangat terbatas jumlahnya dapat dikembangkan untuk menjawab permasalahan–permasalahan yang secara kajian kebahasaan tidak tertampung oleh al-Quran dan Sunnah. Pengembangan ini dengan menggunakan metode istimbat seperti qiyas, istihsan, maslahah mursalah, dan ‘urf yang juga disebut sebagai dalil

B.              Rumusan Masalah

1.               Bagaimana Pengertian Maqashid Al Syari’ah ?
2.               Bagaimana Klasifikasi Maqashid Al Syari’ah ?
3.               Bagaimana Kaidah – Kaidah Umum Yang Merupakan Turunan dari Maqashid Al Syari’ah ?
















C.      PEMBAHASAN

1.            Pengertian Maqashid al Syari’ah

Maqosid syariah berarti tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam merumuskan hukum-hukum islam. Tujuan tersebut dapat ditelusuri dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah sebagai alasan bagi rumusan suatu hukum yang berorientasi kepada kemaslahatan umat manusia.

a.      Secara Bahasa ( لغة )
Secara bahasa maqashid berasal dari  gabungan (idhafah) kata majemuk antara :
Maqashid dan al syariah    

المقاصدُ لغةجمع مَقْصَدٍ، والمقْصدُ : مصدر ميمي مأخوذ من الفعل  قصديقالقَصَدَيقْصِد قصْدً ا وَمقْصَدً ا ,  فالقصْدُ والمقْصَدُ بمعنىٰ واحدوالقصْد يأتي في اللغة لمعان , المعنىٰ الأولالاعتماد، والأَمُّ، وإتيان الشيء، والتوجّهُ  [1]

Maqashid secara bahasa adalah jamak dari maqshad, dan maqsad mashdar mimi dari fi’il qashada, dapat dikatakan: qashada-yaqshidu-qashdan-wamaksadan, al qashdu dan al maqshadu artinya sama, beberapa arti alqashdu adalah: ali’timad: berpegang teguh, al amma: condong, mendatangi sesuatu dan menuju.
  Sedangkan syari’ah secara bahasa berarti: tempat menuju ke sumber  air

b.      Secara Istilah   ( اصطلاحا)
Secara istilah terdapat beberapa pengertian yang disebutkan oleh para ulama dalam literature mereka diantaranya adalah:
1.                  Ibnu al-Qayyim Al Jauziyah
Menegaskan bahawa syariah itu berdasarkan kepada hikmah-hikmah dan maslahah-maslahah untuk manusia baik di dunia maupun di akhirat. Perubahan hukum yang berlaku berdasarkan perubahan zaman dan tempat adalah untuk menjamin syariah dapat mendatangkan kemaslahatan kepada manusia.[2]
2.                  Al Izz bin Abdul Salam
Berpendapat syariat itu semuanya mengandung nilai maslahah yang bertujuan menolak kejahatan atau menarik kebaikan
3.                  Al Khadimi
Berpendapat maqashid sebagai prinsip islam yang lima yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.
4.                   Ibnu Asyur
Beliau berpendapat bahwa maqashid adalah segala pengertian yang dapat dilihat pada hukum-hukum  yang disyariatkan, baik secara keseluruhan atau sebagian, menurut beliau maqashid terbagi menjadi dua yaitu; maqashid umum dan maqashid khusus.maqashid umum dapat dilihat dari hukum-hukum yang melibatkan semua individu secara umum, sedangkan maqashid khusus cara yanag dilakukan oleh syariah untuk merealisasikan kepentingan umum melalui tindakan seseorang.
5.      Dr. Wahbah Zuhaily
menyebutkan Maqashid syariah adalah sejumlah makna atau sasaran yang hendak dicapai oleh syara’ dalam semua atau sebagian besar kasus hukumnya.
Melihat definisi-definisi di atas dapat dikatakan bahwa kandungan “ Maqashid Syar’iyah atau tujuan hukum” adalah untuk kemaslahatan manusia. Pandangan tersebut didasarkan pada titik tolak dari suatu pemahaman bahwa “dibalik suatu kewajiban (taklif) yang diciptakan adalah rangka mewujudkan kemaslahatan manusia, sehingga setiap hukum itu pasti mempunyai  tujuan. Jadi apabila ada hukum yang tidak mempunyai tujuan maka sama saja dengan memberi beban kewajiban (taklif) yang tidak dapat dilaksanakan, dan itu merupakan sesuatu yang mustahil. Jelasnya, bahwa hukum-hukum yang telah ditentukan dan diturunkan kepada manusia tidaklah dibuat untuk hukum itu sendiri, melainkan dibuat untuk kemaslahatan manusia.

2.   Klasifikasi Maqashid al Syaria’h

Pada pandangan As-Syatibi, Allah menciptakan syariat dengan tujuan untuk merealisasikan maqasidnya untuk manusia yaitu untuk memberikan kebaikan ( maslahah ) kepada mereka dan menolak keburukan (mafsadah) yang menimpa mereka. Menururtnya segala apa yang disyariatkan tidak terlepas dari maqasid al syariah.  Tujuan syariat dibagi menjadi  tiga kategori yaitu[3] :

1.               Kepentingan Asas (al-Dharuriyyat) :
Yaitu segala apa yang paling penting dalam kehidupan manusia,  bagi tujuan kebaikan agama dan kehidupan di dunia dan akherat karena  kehidupan manusia akan rusak di dunia atau di akhirat jika kepentingan asas ini tidak ada atau tidak dipenuhi.
Sehingga dalam syariat dikenal dengan al dharuriyaat al khamsah ( lima hal yang sangat penting ) diantaranya adalah [4]:

a.    Agama (        ( الدين
Syariat mewujudkan agama dengan syarat dan rukunnya dari mulai iman, syahadat dengan segala konsekwensinya, akidah yang mencakup keimanan atas hari kebangkitan, hisab dll. Dasar – dasar ibadah seperti shalat, puasa, zakat dan haji. Selain itu syariat juga menjaga agama ini dengan mensyariatkan dakwah, kewajiban berjihad, amar makruf dan nahi mungkar.

b.      Jiwa ( النفس  )
Syariat mewujudkannya dengan menikah, karenanya akan menyehatkan jiwa, memperbanyak keturunan dan generasi penerus. Disamping itu, syariat mewajibkan menjaga jiwa dengan mengkonsumsi makanan dan minuman yang tidak berbahaya bagi jiwa manusia. Begitupula ketika Allah mensyariatkan qishah yang tujuannya untuk menjaga jiwa manusia.

c.     Akal ( العقل )
Merupakan karunia Allah yang paling berharga, sehingga manusia diwajibkan menjaganya dengan tidak mengkonsumsi segala hal yang merusak akal manusia seperti narkoba dan khamar,
d.    Keturunan النسل    
Disyariatkan menikah untuk memperbanyak keturunan, kemudian syariat menjaganya dengan menjauhi hal-hal yang dapat menjeerumuskan ke zina. Begitupula dengan diharamkannya menuduh wanita-wanita yang baik dengan tuduhan zina. 
e.    Harta ( المال )
Syariat membolehkan segala jenis muamalah yang sesuai dengan kaidah syariat, mewajibkan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup, lalu syariat menjaga harta dengan mengharamkan mencuri, menghikangkan harta orang lain dan menyerahkan harta kepada pihak yang tidak bisa bertanggungjawab atas harta tersebut.
2.      Kebutuhan Biasa (al-Hajiyat) :
     Merupakan keperluan hidup untuk memudahkan kehidupan di dunia dan akhirat, tanpanya kehidupan manusia akan menjadi tidak sempurna dan mengalami kesempitan. Beberapa kebutuhan yang dibolehkan oleh syariat adalah:
-  Syariat membolehkan rukhsah dalah ibadah untuk memudahkan kesulitan yang terjadi dalam melaksanakan perintah.
-  Dalam muamalah, syariat membolehkan jaul beli yang merupakan pengecualian dari kaodah umum jual beli, seperti salam, ijarah, dan muzaraah.
- Dalam masalah Uqubah ( hukuman), syariat membolehkan kaidahdar’ul huduud bi al syubuhaat ( menunda hudud karena tuduhan ) atau diyat atas keluarga terpidana sebagai keringanan banginya.

3.      Keperluan Mewah (al-Tahsiniyat)
Kondisi ini merupakan kondisi pelengkap hidup manusia, sehingga manusia merasakan kenyaman hidup.
Seperti:
-  Menutup aurat, mengenakan pakaian yang baik, bersih dan bagus ketika memasuki masjid dan bertaqarrub kepada Allah dengan melaksanakan ibadah nafilah, shadaqah, shalat sunnah dll.
- Dalam muamalah, dilarang boros ( israf ), jual beli diatas pembelian orang lain dll.
- Dalam ‘adat, diajarkan cara makan dan minum yang baik
- Dalam uqubah, dilarang mutilasi dalam qishas dll.
Yang menjadi asas kepada semua kepentingan tadi adalah kepentingan asas. Sedangkan kepentingan biasa ( al hajiyat ), sebagai pendukung saja. Sementara keperluan mewah sebagai pendukung kepada kepentingan biasa. Kedudukan ini perlu diprioritaskan dalam menentukan hukum.
Berdasarkan pertimbangan itulah al-Syatibi membentuk beberapa kaidah berikut  :
-          Kepentingan asas primer ( al dharuriyat) sebagai dasar dari kebutuhan biasa/sekunder al        hajiyat dan (kebutuhan tertier) al tahsiniyat.
-          Kerusakan kepentingan asas menyebabkan kerusakan pada kepentingan yang lain.
-          Tidak semestinya kerusakan keperluan lain boleh merusakkan kepentingan asas.
-          Wajib menjaga keperluan biasa dan keperluan mewah bagi tujuan menjaga keperluan asas.


3. Kaidah – Kaidah Umum Yang Merupakan Turunan Dari Maqashid Al Syariah

Berdasarkan asas maslahah tersebut diatas, maka para ulama beristimbath sehingga menghasilkan turunan  kaidah – kaidah ushuliyah, diantaranya:
a.       الضرورات تبيح المحظورات
Kondisi darurat dapat membolehkan perkara yang dilarang
Contohnya: memakan sesuatu yang haram karena dharurat
b.      الضرر يزال
Kemudharatan harus dihilangkan
Contoh: khiyar ( pilihan ) dalam mengembalikan barang ketika jual beli karena ada kekurangan dalam barang tersebut, jaminan, berobat ketika sakit.

c.       الضرورات تقدر بقدرها
Kondisi darurat memiliki batasan tertentu.
Contoh: mengkonsumsi barang yang haram terbatas pada menyelamatkan jiwa saja, bukan dijadikan kebutuhan pokok.

d.      المشقة تجلب التيسير
Kesulitan mendatangkan kemudahan
Contoh: shalat jamak dan qashar dalam perjalanan.

e.       يتحمل الضرر الخاص لدفع الضرر العام
Kemudharatan yang sifatnya lebih kecil bisa di kalahkan untuk menghindari kemudharatan yang lebih besar.
Contoh: Ibnu Taimiyah membiarkan seorang pemabuk untuk minum khamar, karena jika ia tidak minum khamar maka ia akan membunuh banyak kaum muslimin di sekitar tempat itu.

f.        درء المفاسد أو لى من جلب المصالح.
Mencegah kerusakan lebih didahulukan daripada mengambil manfaat.
Contoh: larangan ekspor barang keluar negeri karena kondisi dalam negeri membutuhkan barang tersebut pada kondisi sulit.



D.             PENUTUP

KESIMPULAN

Islam mengatur semua sisi kehidupan manusia baik yang berkaitan dengan individu maupun yang berkaitan dengan masyarakat luas dengan meletakkan dasar hukum dan pertimbangan-pertimbangan syariat. Maqashid syariah menaungi keseluruhan hukum yang bersandar kepada tujuan-tujuan umum syariat.
Maqashid syariah mencakup aspek-aspek, dharuriyat, hajiat dan tahsiniyat. Maqashid syariah menjaga lima hal utama yaitu: agama, jiwa, harta, keturunan dan kehormatan.
Ulama meletakkan kaidah-kaidah umum yang bertujuan menjaga syariat dan melindungi hak-hak manusia secara pribadi maupun secara umum.














Daftar Pustaka

Drs. Romli SA, M.ag. Muqaramah Mazahib fi Ushul. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999
Prof. M Abu Zahrah, Ushul fiqh, Jakarta: Pustaka Firdaus, Cet III, 2003
Satria Efendi dan Ma’sum Zein,Ushul fiqh, Jakarta: kencana perdana group, 2007




































MAQASHID SYARI’AH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ushul Fiqh II
Dosen Pengamppu : Dr. H. Sholikul Hadi, M. Ag


Disusun oleh :
Ahmad Nurul Huda            ( 112433 )
Muhammad Asyari             ( 112434 )
Yunisa Afiani                     ( 112435 )

                                                                                                                            
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH / PAI
TAHUN 2013



[1] Lihat Qamus Al Muhith 2/327, Mu’jam Maqayiis Al Lughaat 5/95, Al Mishbah al Munir 2/692, Muhtarus sihhah  hal. 536, Tahdziib Asmaa Al Lughaat 2/92
[2] Satria Efendi dan Ma’sum Zein,Ushul fiqh, Jakarta: kencana perdana group), hal.233
[3] Drs. Romli SA, M.ag. Muqaramah Mazahib fi Ushul. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999, hal 157
[4] Prof. M Abu Zahrah, Ushul fiqh, Jakarta: Pustaka Firdaus, Cet III, 2003, hal 548-552